#ceritanilna: Kado Ulang Tahun
Tepat 14 Februari lalu adalah hari pertama saya di usia 21
tahun. Angka yang katanya menjadi legal untuk melakukan apapun (?) juga angka yang menuntut banyak hal harus dipersiapkan.
Salah satu kado berharga kali ini adalah pelajaran tentang
bersyukur dan bersabar. Ya, apakah sudah tepat jika kita mengatakan kehilangan
padahal apa yang saat ini kita miliki, semua yang kita miliki adalah titipan? Maka
bersyukur dan bersabarlah yang akan membuat tenang.
Jadi, cerita sebuah kecerobohan yang telah saya lakukan (tas
saya tidak tertutup rapat) berujung pada dompet yang hilang (terjatuh) sehari
sebelum saya ulang tahun. Termasuk di dalamnya kartu-kartu berharga yang harus
diurus segera juga uang jajan tambahan dari orang tua, dan yang paling membuat
gusar adalah STNK yang bukan atas nama saya juga ikut terjatuh.
Adalah teman saya yang menyadari bahwa isi bagian tas depan
saya jatuh satu persatu di sepanjang jalan dari Rumah Sakit JIH ke Hartono Mall.
Menyadari hal tersebut, saya menyusuri kembali sepanjang jalan dari RS JIH
sampai dengan Hartono Mall. Alhamdulillah, STNK motor tidak jadi hilang, saya
temukan di dekat parkiran sepeda motor RS JIH, sisanya harus saya relakan. Kembali
saya ingat nasihat nenek saya beberapa tahun yang lalu saat saya kehilangan salah satu orang yang sangat berharga dan sangat saya cintai, bahwa apa yang ada di dunia ini adalah titipan dari-Nya, jika
titipan itu diambil oleh Si penitip apakah kita berhak menahan, menolak
kehendak-Nya? Ya, pelajaran untuk bersyukur hanya sebagian nikmat yang diambil
juga pelajaran agar selalu pandai bersyukur sehingga Dia menambah nikmat-Nya.
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Pelajaran lainnya adalah tentang merelakan. Merelakan
harapan pada manusia untuk hanya berharap pada Penciptanya. 21 tahun menjadi
umur yang bagi sebagian orang, terutama perempuan sering memikirkan masa depan
bersama siapa langkahnya akan beriringan, pada siapa seharunya orang tua mempercayakan anak perempuannya, menyempurnakan separuh agama,
menjalani ibadah yang katanya paling panjang. Mungkin ini menjadi masa yang
cukup menantang mempertahankan hati untuk berharap hanya pada Sang Pendengar Do’a.
Memantapkan langkah untuk perbaikan menjadi hamba yang semakin dekat dengan
Tuhannya.
Juga pelajaran untuk berterima kasih pada do’a baik yang
telah banyak orang panjatkan untuk saya, terutama untuk orang tua saya juga
adik. Tak lupa kepada teman-teman yang menyempatkan waktunya berharap Tuhan melimpahkan
kebaikan-Nya pada saya.
“Dan
bagimu juga, sebagaimana yang kau pinta untuk saudaramu tercinta."
Komentar
Posting Komentar